Di sudut kamar yang gelap,
aku duduk bersandar pada dinding,
memandangi poster-poster impian yang pernah menghiasi hidupku.
"Ada rasa kecewa dalam diri,
kenapa saya selalu kalah dalam semuanya?" pikirku,
suara hatiku menggema dalam kesunyian.
Setiap usaha yang kulakukannya seolah berujung pada kegagalan.
Dari ujian yang tidak pernah lulus,
hingga wanita yang kuidam-idamkan,
semuanya berantakan.
Rasa ingin marah sudah meluap dalam kepalaku,
berputar-putar seperti badai yang tak tertahan.
"Tapi tak akan kulakukan karena buat apa?"
Aku menatap langit-langit kamar,
berusaha menenangkan diri.
Mengamuk tidak akan mengubah apa pun; hanya akan membuatku terlihat lemah.
Sehari sebelumnya,
aku baru saja mendapat kabar,
aku gagal lagi dalam sebuah seleksi.
Semua kerja keras, semua malam tanpa tidur,
seakan sirna dalam sekejap. Aku merasa hancur,
seperti kaca yang jatuh dan pecah berkeping-keping.
"Sudah cukup bagiku, biar saja hancur semuanya!" desahnya,
menatap bayangan dirinya yang terpantul di cermin.
Malam itu,
aku menutup mata dan membayangkan hidupku yang berbeda,
aku membayangkan kebangkitan dari keterpurukan.
Dalam kegelapan,
aku merasakan dorongan baru, sebuah harapan kecil.
“Mungkin hancur bukanlah akhir, tapi awal dari sesuatu yang lebih baik,” gumamku.
Bagus Abady,
Sudiang, Oktober 2024
0 Comments:
Posting Komentar